Gemanusa7. com-Pemerintah Indonesia mulai mengambil langkah konkret untuk mengantisipasi potensi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang membayangi sektor manufaktur nasional, menyusul penurunan signifikan aktivitas industri dalam beberapa bulan terakhir.

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyampaikan bahwa pemerintah telah mengaktifkan berbagai upaya mitigasi, termasuk memperkuat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebagai bentuk perlindungan sosial awal bagi pekerja.

“PHK ini kita lihat dari hulu ke hilir. Saat ini kita punya JKP, dan manfaatnya sudah kita perbesar,” ujar Yassierli kepada wartawan di Jakarta, Kamis (3/7/2025), seperti dikutip dari berbagai sumber.

Selain penguatan JKP, pemerintah juga tengah merancang pembentukan satuan tugas (satgas) khusus untuk menangani isu PHK. Inisiatif ini merupakan bagian dari komitmen Presiden Prabowo Subianto yang diumumkan pada peringatan Hari Buruh 1 Mei lalu. Namun, hingga saat ini pembentukan satgas tersebut masih menunggu koordinasi lintas kementerian dan lembaga.

Meski belum terbentuk secara resmi, Yassierli memastikan bahwa sebagian fungsi satgas sudah mulai dijalankan oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Salah satunya melalui sistem peringatan dini (early warning system) yang memberi sinyal potensi PHK di berbagai daerah.

“Kalau sudah ada peringatan kuning, kita langsung turun. Kita juga koordinasi dengan dinas ketenagakerjaan setempat, dan kalau ada potensi konflik atau ancaman PHK, kita mediasi,” tambahnya.

Langkah antisipatif ini muncul setelah S\&P Global merilis data yang menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur Indonesia kembali melemah. Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia untuk bulan Juni tercatat di angka 46,9 turun dari posisi 47,4 pada Mei 2025. Ini merupakan bulan ketiga berturut-turut PMI berada di bawah ambang batas 50, yang menandakan sektor berada dalam fase kontraksi.

Menurut laporan S\&P Global, pelemahan industri dipicu oleh menurunnya permintaan domestik, sementara

“Penurunan pemesanan mendorong pelaku usaha mengurangi perekrutan dan pembelian bahan baku. Kepercayaan terhadap prospek bisnis 12 bulan ke depan juga menurun,” ujar Usamah Bhatti, Ekonom di S\&P Global Market Intelligence.

Bhatti menambahkan bahwa tingkat optimisme dunia usaha saat ini berada di titik terendah sejak Oktober tahun lalu. Hal ini mencerminkan kekhawatiran yang meluas di kalangan industri terhadap ketidakpastian kondisi ekonomi global.

Situasi ini menjadi pengingat penting bagi pemangku kebijakan untuk segera memperkuat sinergi antara perlindungan pekerja, peningkatan daya saing industri, dan kebijakan ekonomi makro agar tidak menimbulkan krisis ketenagakerjaan yang lebih dalam.

Manufaktur Lemah, Menaker Akui Adanya Potensi Gelombang PHK 3 Juli 2025

(copas pikiran merdeka.c/Gn7.c-)

By Admin7

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *