Gemanusa 7.com-Topik diskusi rutin mingguan Senin-Kamis GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia), 27 Oktober 2025 dimulai dengan membahas do’a untuk Gus Dur yang pada intinya ditandai oleh penghormatan dari jagat raya. Dimana kebahagiaan dapat dirasakan saat memberi dibanding dengan ketika menerima sesuatu apapun yang dianggap paling berharga bagi orang lain. Inilah yang tersirat dari kebesaran Gus Dur sehingga layak mendapat tanda penghargaan dari bangsa dan negara Indonesia.

Pembahasan terhadap do’a untuk Presiden Soekarno yang juga termuat dalam “Kitab MA HA IS MA YA” yang dibacakan juga untuk 78 tokoh lainnya dalam bentuk dan kata kunci yang berbeda, telah menjadi pemecah rekor do’a non stop selama 20 jam pada 2 Agustus 2025 dan kitab tersebut akan segera dilaunching dalam waktu dekat di Yogyakarta hingga kemudian menyusul di berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah maupun untuk komunitas keagamaan yang ada di Indonesia.

Menyusul kemudian do’a untuk Ignatius Kardinal Suharyo Sastroatmodjo dan “Nisan Syair Tulisan Spiritual Jacob Ereste yang intinya menjadi saksi gerakan kebangkitan spiritual di Indonesia yang dimotori langsung oleh Wali Spiritual Nusantara, Sri Eko Sriyanto Galgendu sebagai penyampai do’a-do’a yang penuh nuansa spiritual.

Hingga akhirnya pembahasan bermuara pada pengalaman spiritual Sri Eko Sriyanto Galgendu yang ditimpali oleh Joyo Yudhantoro serta Guntur Tjahyadi bersama Momok dan kawan-kawan. Belakang ikut bergabung Brigjen Pol. Benny Iskandar Hasibuan.

Pengalaman spiritual yang telah dimulainya sejak usia 29 tahun ketika masih bermukim di Solo, tempat kelahirannya pernah melakukan do’a untuk seluruh makhluk dan tumbuh-tumbuhan hingga bebatuan sebagai ekspresi dari rasa syukur kepada Tuhan yang telah begitu banyak memberikan kenikmatan dan kebahagiaan, sementara sebagai manusia sangat menyadari betapa sedikitnya melakukan pemberian kepada Tuhan. Karena itu, do’a syukur yang dia panjatkan secara khusus di Alas Purwo, suatu tempat yang cukup wingit dan sakral suasana di Pulau Jawa ini sekaligus memperoleh petunjuk dan tuntunan untuk melakukan sesuatu yang terbaik bagi orang banyak.

Karena itu, konsepsi wahyu yang dia pahami sebagai bentuk tanggung jawab — karena menjadi kewajiban yang harus dilakukan — hingga kini telah menjadi semacam landasan pijaknya untuk menggelorakan gerakan kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual bagi orang banyak. Tak hanya sebatas bagi warga bangsa Indonesia semata, tapi juga bangsa asing, karena kebangkitan spiritual hanya akan lahir dan bangkit dari Nusantara.

Suasana diskusi pun semakin menghangat menjelang tengah malam yang ditimpali oleh Guntur Tjahyadi yang akan segera memboyong keluarga besar GMRI mengunjungi berbagai tempat di Yogyakarta yang memiliki nilai dan nuansa pariwisata spiritual, khususnya yang ada di Gunung Kidul. Inisiatif yang kreatif ini sekaligus menjajagi berbagai program pemberdayaan masyarakat yang ada di Jawa Tengah. Dan Jendral Benny Iskandar Hasibuan pun langsung menyambut inisiatif yang kreatif itu untuk sesegera mungkin dilaksanakan, sekalian sowan kepada pini sepuh yang cukup relevan dijadikan rujukan dan tuntunan.

Pada ranah filsafat Jawa, Sri Eko Sriyanto Galgendu mengaku memiliki kedekatan spiritual dengan Prabu Brawijaya yang dikenal luas oleh masyarakat Jawa yang berpetuah tentang “Sabdo Palon Noyo Genggong”.

Setelah jauh membahas jagat spiritual, Jendral Benny Iskandar Hasibuan menginformasikan ia kini tengah mengembangkan program pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang memanfaatkan tanah adat atau lahan hak Ulayat yang belum dimanfaatkan. Bentuk usaha itu meliputi pertanian, perkebunan dan pertambangan, sesuai dengan potensi yang ada di wilayah setempat.

Selain itu, sebelumnya Jendral Benny Iskandar Hasibuan telah memiliki semacam tempat liburan di obyek wisata Lembah Aren, Bojong Koneng, Sentul. Untuk ini dia pun menawarkan ketika sempat, suatu saat keluarga besar GMRI dapat berkunjung dan menikmati suasana yang hening dan nyaman dari kebisingan Jakarta.

Sejumlah program pemberdayaan masyarakat akan segera dilakukan di Halmahera dan Pasaman, Sumatra Barat bersama Perkumpulan Komunitas Kerajaan Nusantara, kata Benny Iskandar Hasibuan. Sedangkan dari GMRI sendiri, imbuh Eko Sriyanto Galgendu akan mengembangkan program Pariwisata Spiritual Nusantara. Jika memungkinkan, kelak akan dimulai di Anyer, Banten.

Kendati pembahasan soal perkembangan spiritual yang sudah cukup mendapat apresiasi dari kalangan masyarakat luas, tapi beberapa resume dari spiritual yang tak kalah menarik, sajiannya akan disertakan pada kesempatan berikutnya. Misalnya tentang anak ideologis spiritual. Soal munajat dan do’a di Ka’bah. Termasuk pertanyaan tentang pengalaman spiritual itu, apakah sungguh hanya akan diperoleh setelah mengalami lahir getirnya hidup ini. Atau dalam istilah Jendral Benny Iskandar Hasibuan, haruskah bersakit-sakit dahulu baru akan mendapat pengalaman spiritual yang dahsyat ?

Itulah sejumlah topik yang jika masih ada kesempatan, kelak perlu juga disajikan pula. Sebab kesaksian, kata Joyo Yudhantoro memang harus dilakukan sekaligus diberikan, agar sejarah memberi jejak yang jelas. Tidak untuk dilupakan. Seperti Jas Merah.

Pecenongan, 27 Oktober 2025

(Gn7.c)

By Admin7

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *