Gemanusa7. com-Diskusi rutin Mingguang Senin-Kamis, 20 Oktober 2024 di Sekretariat GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) terpaksa diundur pada Selasa, 21 Oktober 2025, lantaran keluarga Sri Eko Sriyanto Galgendu “kesripah” wafatnya sang Ibu Mertua Sri Eko Sriyanto Galgendu, Bunda tercinta dari Mbah Ning (Dyah Sutjiningtyas) yang berada di Semarang, Jawa Tengah, pada Hari Minggu, 19 Oktober 2025. Karenanya acara diskusi rutin diundur pada sehari kemudian dengan tetap membahas berbagai topik hangat yang tengah menjadi pergunjingan publik di negeri ini.
Pertanyaan dari berbagai pemirsa mengenai acara rutin diskusi mingguan Senin-Kamis atau sebaliknya, Kamis-Senin, perlu dijelaskan untuk menjawab pertanyaan sejumlah publik yang telah mengikuti ulasan dari diskusi tersebut, sehingga tidak perlu menimbulkan persepsi yang liar dan penafsiran yang salah.
Hadir pada acara diskusi rutin yang diundurkan jadwalnya ini antara lain Mos Momok bersama komunitasnya, Guntur dan Joyo Yudhantoro yang lebih Gandrung membahas rencana pemerintah untuk mengangkat sejumlah tokoh sebagai “Pahlawan Nasional” seperti almarhum Presiden Suharto dan Marsinah sebagai aktivis buruh yang tewas secara mengenaskan di tangan aparat saat ditahan oleh aparat keamanan di Sidoarjo, Jawa Timur.
Menurut Joyo Yudhantoro, memang banyak tokoh nasional yang belum mendapat perhatian dari pemerintah untuk diberi penghargaan sebagai Pahlawan Nasional, seperti Eyangnya Presiden Prabowo Subianto sendiri, yaitu Margono Djojohadikoesoemo (16 Mei 1894 – 25 Juli 1978), seorang ekonom dan bangkit yang menjadi Direktur Utama yang pertama di Bank Negara Indonesia. Beliau pun merupakan keturunan Darii Raden Joko Kahiman, sebagai pendiri Kabupaten Banyumas. Dan anaknya, Soemitro Djojohadikoesoemo — sebagai satu-satunya pemilik gelar “Begawan Ekonomi Indonesia”. Hingga kini, cucunya pun — Prabowo Subianto — tengah menjabat Presiden Republik Indonesia.
Margono Djojohadikoesoemo memiliki gagasan tentang lembaga keuangan yang berpihak kepada rakyat. Konsep inklusif keuangan yang mengganggap perlu adanya akses kredit bagi Bumiputra semasa itu. Hingga kemudian menjadi landasan berdirinya Bank Negara Indonesia seperti adanya sekarang. Karena itu, topik diskusi pun sempat membahas fenomena dari gebrakan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa yang sempat mendapat perhatian dari berbagai kalangan yang pro maupun yang kontra, hingga mengisyaratkan bagi mereka yang selama terlibat dalam tindak kejahatan korupsi jadi blingsatan, seperti sedang kebajaran jenggotnya.
Yang tak kalah menarik dari topik diskusi sosok seorang perempuan muda sebagai pejuang kaum buruh yang sangat vokal dan pemberani pada masa Orde Baru berkuasa. Kendati terkesan jadi kontradiktif dengan sosok Presiden Soeharto yang juga diunggulkan untuk diberi penghargaan sebagai Pahlawan Nasional yang tengah diproses oleh pemerintah agar dapat disahkan pada Peringatan Hari Pahlawan, 10 November 2025.
Forum diskusi sepakat kriteria bagi pemerintah untuk menetapkan sosok Pahlawan Nasional patut lebih banyak menimbang peran dan kontribusi yang bersangkutan terhadap bangsa dan negara. Kendati dari setiap sosok itu tetap saja ada cacat dan cela yang tak lagi perlu dioersoalkan. Sebab menurut Sri Eko Sriyanto Galgendu, bangsa yang besar memang harus menghargai sosok seorang pahlawan.
Pecenongan, 21 2025/Gn . c)