Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat

Gemanusa7.com-

Koordinator Non Litigasi Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi & Aktivis

Dokumen copy legalisir ijazah Jokowi yang diperoleh resmi dari KPU, mengkonfirmasi bahwa objek dokumen ijazah Jokowi yang diteliti Dr Rismon Sianipar dan Dr Roy Suryo menggunakan metode Digital Forensik dan Error Level Analisys (ELA) ternyata sama/identik dengan dokumen ijazah Jokowi yang digunakan untuk mendaftar sebagai Capres pada Pilpres 2019. Dari temuan bukti ini, dapat kita ambil beberapa kesimpulan:

Pertama, Dokumen copy legalisir ijazah Jokowi yang diperoleh resmi dari KPU menguatkan hasil penelitian yang dilakukan Dr Rismon Sianipar dan Dr Roy Suryo, yang menyimpulkan ijazah Jokowi 11.000 triliun % palsu, atau setidak-tidaknya 99,9 % palsu.

Kedua, karena didapat kesimpulan ijazah Jokowi 11.000 triliun % palsu, atau setidak-tidaknya 99,9 % palsu, maka laporan Jokowi di Polda Metro Jaya tentang fitnah dan pencemaran harus dihentikan. Penyidik Polda Metro jaya wajib segera menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP-3).

Kedua, karena didapat kesimpulan ijazah Jokowi 11.000 triliun % palsu, atau setidak-tidaknya 99,9 % palsu, maka laporan dugaan pemalsuan dokumen ijazah Jokowi di Bareskrim Polri yang sebelumnya telah dihentikan penyelidikannya, harus dibuka kembali dan ditingkatkan ke tahap penyidikan.

Karena itu, penulis mengajak segenap elemen anak bangsa untuk fokus menuntut Bareskrim segera membuka kasus dugaan pemalsuan dokumen ijazah berdasarkan Pasal 263 KUHP sekaligus meningkatkan statusnya ke tahap penyidikan. Dengan demikian, kasus ini segera mendapatkan kejelasan dan akan mengakhiri polemik ijazah palsu melalui putusan pengadilan yang nantinya akan memutus perkara.

Namun, ketika kasus ijazah palsu Jokowi hendak mencapai titik klimaks, tiba-tiba ada seruan yang beredar di GWA yang mengajak untuk melakukan upaya hukum ke MK dan PTUN. Tidak jelas, apa tujuan dan objek perkara yang akan diperjuangkan.

Jika tujuannya untuk mengevaluasi putusan MK No. 90, baik melalui MK maupun PTUN, jelas ini langkah yang sia-sia. Sebab, putusan MK bersifat final dan mengikat, tidak dapat diambil upaya hukum.

Jika itu merujuk kasus Gibran Rakabuming Raka, maka masalah usia minimum Cawapres 40 tahun sudah tidak relevan dipersoalkan. Justru, saat ini harus fokus ke masalah Gibran tak punya ijazah SMA, Gibran tak punya ijazah SMK, Gibran tak punya ijazah MA, Gibran tak punya ijazah MAK, atau yang sederajat. Isunya ke Pemakzulan Gibran karena tidak memenuhi syarat Pasal 169 huruf R UU No. 7/2017 Jo Pasal 7A UUD 45.

Yang aneh, adalah ketika sejumlah prinsipal yang diklaim akan menggugat ke MK dan MA, setelah penulis telepon ternyata tidak tahu menahu dan tidak terlibat. Gus Nur dan Mayjen TNI Purn Soenarko, yang namanya dicatut dalam meme yang beredar, menyatakan tidak terlibat. Komjen Pol Purn Oegroseno, menyatakan belum mengambil keputusan untuk terlibat.

Jadi, kuat dugaan narasi menggugat ke MK dan PTUN hanyalah untuk menguras energi dan mengalihkan target sehingga Jokowi bisa selamat atau setidak-tidaknya bisa bernafas panjang dengan kasus ijazah palsunya. Karena itu, segenap tokoh dan aktivis tidak boleh berpaling pada isu yang tidak jelas tujuannya, dan berfokus pada kasus ijazah palsu yang sudah berada di titik menuju klimaks.

(Gn7.c-)

By Admin7

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *