Gemanusa7. com-Sistem tata kelola negara dalam Islam yang baik, bisa saja dilakukan tanpa harus “heboh” cuma dibicarakan saja, tapi tidak langsung dilaksanakan. Karena apa yang kita anggap baik harus diyakini yang terbaik juga bagi orang lain. Maka itu jangan cuma diomongin saha. Tapi diimplementasikan sekecil dan semampu kita yang dapat dilakukan.
Inilah yang dimaksud dari konsepsi Islam Profetik — yang senantiasa mengacu pada tuntunan dan ajaran nabi — tanpa perlu kiar-koar bahwa itu ajaran dan tuntunan yang Islamis.
Pengertian dan pemahaman makna dalam memberi sesuatu dengan tangan kanan yang tidak perlu diketahui oleh tangan kiri itu dalam konsepsi Islam artinya, dapat dipahami bahwa untuk berbuat atau melakukan yang baik pun tidak perlu dipamerkan, tapi cukup dikerjakan saja tanpa pernah mengharap sanjungan atau semacam pencitraan yang sedang mengalami “musim semi” di Indonesia.
Lucunya, perilaku yang dangkal seperti itu justru dominan dilakukan okeh umat Islam. Sikap dan sifat ria dan bangga seperti itu persis seperti kebungahan banyak orang yang merasa perlu memasang gelar dan julukan palsu — bukan hanya titel akademik, tapi juga gelar haji dan ustad. Jadi persis seperti kedunguan orang menenteng pepesan kosong.
Sementara dalam realitas di dalam masyarakat sejumlah idipm Islamis yang sudah mulai dipakai dan digunakan secara umum — utamanya oleh non muslim — banyak orang Islam sendiri yang merasa jengah bahkan keberatan, misalnya seperti menyapa saat pertemuan dengan ucapan Assalamualaikum, kok ya masih ada yang menganggap tidak boleh. Sementara kita ingin membudayakan peradaban Islam yang lebih membumi.
Lalu kita berharap pada sosok seorang pemimpin yang Islamis dapat muncul dan mampu mempersatukan umat. Sementara para pemimpin dan tokoh dari kalangan Islam cenderung untuk tampil sendiri, menyelamatkan dirinya sendiri dan mengetuk kekayaan untuk dirinya sendiri. Sementara umat dalam kondisi papa dan miskin tidak tersentuh dan tidak diopeni. Contohnya dana calon haji Indonesia pun jadi bancaan mereka yang justru berjuluk atau menyandang gelar keagamaan yang cuma dijadikan kedokteran dam topeng.
Yang lebih lucu lagi adalah, adanya kecenderungan dari umat Islam yang lebih suka menggagahi saudara sesama pemeluk agama Islam juga. Akibatnya, dakwah dan tablig yang dilakukan tidak bisa berkembang pesat. H
Karena pengikutnya hanya mereka yang membangun fanatisme belaka tanpa isi. Padahal, idealnya dakwah dan tabliq itu harus terbuka — mengajak mereka yang belum memahami dan mau menjakankan tuntunan dan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin. Sebab menaknai rahmatan lil alamin itu harus dipahami bukan hanya diperuntukkan bagi umat Islam semata.
Catatan pendek ini sebagai respon terhadap komentar yang secara tidak langsung menunjuk paparan tentang sikap kemaruk terhadap kekuasaan yang diidentikkan dengan kekayaan, sehingga kekuasaan mereka terhadap diri kita pun seperti nilai kekayaan yang ada dalam kekuasaan diri mereka juga.
Inilah akibatnya dari sikap kepedulian umat Islam yang kurang perduli sesama umat Islam sendiri. Sementara sikap perduli terhadap umat non muslim susah terlanjur terkunci rapet, tak pernah lagi untuk dibuka.
Banten, 28 September 2025/Gn7.c-