Gemanusa7.com-Definisi sukses yang diyakini Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa adalah “Mati Masuk Surga” menyiratkan kedalaman pemahaman filosofis dari kehidupan yang sesungguhnya adalah berbuat baik seperti yang dituntut dan diajarkan oleh agama, bahwa pertanda dari segala pembuatan baik itu akan menuntun manusia masuk surga, seperti yang diyakini oleh seluruh manusia yang meyakini agama sebagai penuntun yang penuh etika, moral dan akhlak mulia sebagai makhluk yang paling sempurna ciptaan Tuhan.
Karena itu, manusia pun berhak menyandang khalifatullah — wakil Tuhan — di bumi. Beda dengan makhluk lain, termasuk dengan jin, setan dan malaikat sekalipun. Apalagi dengan binatang yang cuma bisa mengumbar birahi kebinatangannya, tamak, rakus bahkan jorok dan mau merangsang sejenis dengan dirinya sendiri, seperti manusia yang kehilangan nilai-nilai kemanusiaannya, seperti yang telah dipatrikan oleh bangsa Indonesia dalam Pancasila — yang diyakini sebagai falsafah bangsa– diantaranya kemanusiaan yang adil dan Beradab.
Oleh karena itu, ketika seseorang berperilaku tidak manusiawi, maka dia pantas disebut tidak beradab seperti hewan. Ter.asuk koruptor yang terbilang sebagai pengkhianat bangsa dan negara — kantoran para pejabat negara itu telah melakukan sumpah atas kesaksiannya dihadapan Tuhan. Karena itu pun, para pejabat yang melakukan penyelewengan dan menyalahgunakan wewenang atau jabatannya sungguh pantas untuk dikutuk oleh bumi dan langit, sehingga anak turunnya yang ikut menikmati hasil dari korupsi yang dilakukannya mendapat ganjaran yang setimpal, tidak lebih ringan dari dera san derita rakyat yang telah sengsara akibat dari perbuatannya itu.
Oleh karena itu, wacana hukuman mati terhadap korupsi yang semakin merajalela di Indonesia perlu segera diberlakukan bersamaan dengan perampasan kekayaan milik para pelaku kejahatan yang sangat biadab itu, sehingga rakyat dijadikan sapi perahan melalui pajak, harga kebutuhan pokok yang mahal, subsidi dari pemerintah yang diselewengkan hingga bantuan sosial fiktif yang tidak pernah diterima oleh rakyat kecil.
Lantaran pendapat Purbaya Yudhi Sadewa yang tengah menjadi perhatian banyak orang di Indonesia karena cukup fenomenal dan kontroversial sehingga mengundang banyak komentar yang pro maupun yang kontra, menjadi semakin menarik dan meyakinkan bahwa kehadirannya di panggung politik Indonesia — sebagai Menteri Keuangan — seperti sedang membuka sejumlah arsip yang telah dianggap usang untuk tidak lagi dipersoalkan, padahal semua rekam jejak yang tidak mungkin terhapus itu bisa menjadi penuntun untuk mengurai berbagai masalah krusial yang merundung warga bangsa Indonesia menjadi manusia yang miskin dan bodoh akibat dari perilaku culas para pengelola negara sebelumnya yang meninggalkan berbagai beban, mulai dari hutang negara hingga proyek infrastruktur yang kurang bermutu atau bahkan sama sekali tidak memberi manfaat yang maksimal bagi rakyat.
Sukses menurut Purbaya Yudhi Sadewa adakah “Mati Masuk Surga” tak hanya mengisyaratkan keyakinannya terhadap Tuhan, tetapi ingin melandasi segenap perilaku, kebijakan serta apa yang hendak dia lakukan diawali oleh niat baik — yang diperkenankan dalam tatanan adat dan budaya hingga hukum yang memiliki nilai moralitas yang tinggi sehingga hasilnya mencerminkan akhlak mulia dari perbuatan manusia yang pantas dan patut untuk masuk surga seperti yang diyakini oleh seluruh agama yang berasal dari langit. Sebab untuk mereka yang melakukan penyelewengan, penipuan, pemalsuan, hingga janji-janji yang diingkari — apalagi kemungkinan — jelas tidak akan mengendus surga, lantaran dosa seabrek yang telah dia lakukan. Setidaknya, keyakinan terhadap manusia yang paling disukai Tuhan adalah manusia yang selalu berbuat baik dan memberi manfaat bagi orang lain, relevan dengan rumusan definisi sukses versi Purbaya Yudhi Sadewa yang menyatakan bila manusia itu kalak mati adalah mereka yang diterima oleh Tuhan di surga.
Jadi definisi sukses itu tidak hanya diukur oleh kemampuan menaikkan kurva kekayaan pribadi yang bisa diperoleh. Tapi karena cupak penakarnya adalah totalitas kekayaan yang bisa ditumpuk setinggi gunung, maka itu wajar banyak manusia Indonesia kini yang tergelincir keyakinan kapitalisme dan materialisme dan agama baru yang acap disebut neo-lib. Lantas muncul kegandrungan baru sebagai hasrat untuk memenuhi superioritas dengan ijazah palsu, gelar palsu yang tidak mampu diperoleh melalui suatu proses yang lebih utama dari bentuk capaian yang semu sekalipun, sehingga pembelian gelar– entah dari kalangan akademis maupun dari lingkungan masyarakat adat mau dibayar dengan berapa pun harganya.
Paradigma sukses “Mati Masuk Surga” ini memang hanya dapat dipahami dari kecerdasan serta dimensi spiritual. Karena sangat mungkin bisa mengalami kesulitan bila hanya dipahami dari perspektif kepongahan intelektual yang kini dominan keblinger, seperti yang ditunjukkan oleh sejumlah guru besar yang justru tidak berpihak pada kebenaran, tetapi lebih berpihak kepada kekuasaan atau penguasa. Sebab definisi sukses ditandai dengan kematan yang masuk surga, hanya mampu dipahami dari perspektif spiritual, bukan intelektual.
Dalam terminologi GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia), definisi sukses itu jika mati masuk surga jelas menandai apa yang sudah diperjuangkan sejak beberapa dekade lalu tentang gerakan kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual yang sangat mendesak diperlukan oleh bangsa dan negara Indonesia untuk bangkit dengan pondasi etika, moral dan akhlak mulia guna membenahi kebobrokan di negeri ini telah memasuki wilayah yang terang, bahwa spiritualitas itu sesungguhnya harus dan mutlak.dijadikan pilar utama untuk menyangga watak dan kepribadian bangsa yang memiliki berkarakter serta mempunyai khas kepribadian yang unggul.
Banten, 24 Oktober 2025/Gn7.c
